Suatu harapan dan cita-cita dapat diraih dengan dua
cara yaitu ikhtiar dan berdo’a. Keduanya harus berjalan seimbang dan
bersinergis. Seperti yang dijelaskan pada elegi ini bahwa sebenar-benar hidup
adalah dinamika interaktif antara dua kutub Fatalisme dan Vitalisme. Maksudnya
ialah orang yang hanya mengandalkan takdir atau do’a itu termasuk golongan kaum
Fatal, contohnya yaitu putus asa, patah
semangat, loyo, tak bergairah, nrima ing
pandum padahal bisa berusaha, tak mau memanfaatkan kesempatan, tak mau
menambah ilmu, tidak mau bersilaturakhim, merasa puas dengan pencapaian
sementara, ambil jalan singkat, hantam kromo, tak mau berkorban, tak mau kerja
keras, apatis, pasif, menyerah sebelum bertanding.
Sedangkan orang yang hanya mengandalkan ikhtiar tanpa
mempercayai do’a itu termasuk golongan kaum Vital, contohnya seperti ombong,
congkak, merasa bisa mengatur dunia, tertutup, menepuk dada, mengabaikan
sekitar, eksploitatif, monopoli, arogan, menang sendiri, pendekatan kekuatan
atau kekuasaan, otoriter, mendominasi, melupakan masa lalu, materialisme,
pragmatisme, korupsi, nepotisme, kolusi, membanggakan overdosis teknologi,
mafia, zionis, hitler, marxis, hedonisme, utilitarian, eksplorasi tak peduli
dampak, kapitalis, komunis, parsialisme, reductionisme, bersenang-senang, cinta
harta, senang dipuja, ambisius overdosis, terlalu kenyang, terlalu banyak tidur.
Na’udzubillah...
Dalam berikhtiar dan berdo’a kita harus ikhlas
dengan tujuan mengapai ridha Allah. Kita jangan samapi terlena dengan duniawi,
kita harus ingat bahwa kita hidup di dunia hanya untuk mengabdi pada Allah
semata. Walaupun kita sudah berikhtiar dan berdoa, namun semua keputusan berada
di tangan Allah SWT. Sungguh Allah Maha Adil, Allah mengetahui keputusan dan
rencana yang terbaik untuk hambanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar