Saya sependapat dengan apa yang Bapak sampaikan
dalam artikel ini, bahwasannya anak dalam mempelajari matematika di ibaratkan
sebagai arsitek bagi dirinya sendiri dalam membangun bangunan matematika dalam
pikirannya. Sehingga matematika itu tidak lain tidak bukan adalah pikiran para
siswa itu sendiri. Maksud dari pernyataan tersebut adalah siswa mampu memahami
dan membangun konsep matematika melalui logika atau penalarannya yang bersifat
analitik a priori dan siswa mampu memahami
serta membangun konsep matematika melalui pengamatannya terhadap fenomena
matematika yang bersifat sintetik a posteriori. Sehingga memunculkan perpaduan
kedua asumsi tersebut yang bersifat sintetik a priori.
Matematika dikatakan
sebuah ilmu jika memiliki sifat sintetik a priori (logika dan pengamatan). Disini
guru berperan sebagai fasilitator dalam mengembangkan kemampuan dan potensi
siswa dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai hakekat siswa belajar matematika,
sehingga siswa dapak mengeksplor dan membangun pengetahuannya sendiri tanpa
kehilangan intuisi matematikanya. Dengan adanya architectonic mathematics, kita
sebagai calon guru dapat mengembangkan pembelajaran inovatif yang berorientasi
pada siswa, sehingga para siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri sesuai
dengan penalarannya dan pengamatannya.
thanks to: Prof. Dr. Marsigit, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar