Anak pada usia sekolah dasar, masih dalam tahap perkembangan dan
pertumbuhan. Mereka masih membutuhkan benda-benda kongkret yang berada
di lingkungan sekitarnya untuk memahami kehidupannya di sekitarnya.
Menurut konsepsi Piaget, dalam pembelajaran matematika perkembangan
intelektual anak berkembang melalui tahapan yag jelas, dimana anak
mengembangkan konsepnya melalui interaksi dengan lingkungan dan operasi
kongkrit. Pada dasarnya, anak memiliki kemampuan dan potensi yang
berbeda-beda, mereka memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya
sendiri. Sehingga, peran guru sebagai fasilitator sangat penting untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah matematikanya, guru juga harus
memahami karakteristik siswanya yang berbeda-beda.
Selasa, 21 Mei 2013
Senin, 20 Mei 2013
REFLEKSI "Artikel Populer: Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Matematika "
Akhir-akhir ini, dunia
pendidikan di Indonesia sedang mengalami krisis moral. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya tindakan penyelewengan dan kejahatan yang dilakukan oleh
bangsa kita sendiri. Pendidikan di Indonesia cenderung hanya menggunakan
standar normativ saja, dengan mengesampingkan budi pekerti dan moral siswa.
Akhirnya menyebabkan budaya mencontek mengakar hingga saat ini.
Moral bangsa Indonesia
harus ada suatu pembenahan secara menyeluruh di berbagai bidang, khususnya di
bidang pendidikan. Pendidikanlah yang menjadi fondasi dari pendidikan karanter.
Pendidikan karakter merupakan suatu usaha untuk menanamkan nilai-nilai atau
sikap yang baik bagi peserta didik, sehingga diharapkan siswa dapat
mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam tingkah laku sehari-hari.
Nilai-nilai tersebut diantaranya nilai religius, jujur, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pendidikan
karakter di sekolah dapat dilakukan dengan pengintegrasian pendidikan karakter
kedalam setiap mata pelajaran, termasuk pelajaran matematika.
Dalam pembelajaran
matematika, pendidikan karakter lebih ditekankan pada hubungan atau
komunikasi yaitu dengan mengembangkan
komunikasi material, formal, normatif, dan spiritual. Dengan pengintegrasian
dan penanaman pendidikan karakter pada siswa sejak dini, diharapkan moral anak
bangsa kita lebih baik dan lebih baik lagi, sehingga dapat mencapai tujuan dari
pendidikan nasional Indonesia.
REFLEKSI "Peer Teaching of Secondary Mathematics in Bilingual for Teachers of The Candidate of International School"
Setelah membaca artikel Bapak mengenai “Peer Teaching of Secondary Mathematics in Bilingual for Teachers of The Candidate of International School”, dari beberapa sampel tersebut memang tidak bisa di pungkiri bahwa sebagian besar guru di Indonesia masih cenderung menggunakan metode pembelajaran tradisional (teacher center), dimana siswa hanya dijadikan sebuah objek dari pembelajaran. Guru dalam kegiatan pembelajaran masih mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga terkesan bersifat otoriter. Tanpa disadari, hal tersebut membuat siswa merasa jenuh bahkan berdampak pada hasil belajar mereka.
Saat ini, para guru kita sedang berusaha untuk menerapkan pembelajaran inovatif, melalui pemanfaatan teknologi berupa LCD yang digunakan untuk menunjang pembelajaran. Namun, kenyataannya walaupun menggunakan power point dalam menyampaikan materi pelajaran, para guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa kurang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran, mereka hanya sebatas mendengarkan ceramah guru melalui power point yang dibacakan.
Perlu adanya perubahan paradigma metode pembelajaran, walaupun sebenarnya mengubah hal tersebut tak semudah membalik telapak tangan. Butuh proses untuk mengubah paradigma yang telah mengakar sejak zaman dahulu. Semua itu tak terlepas dari dukungan dari semua kompinen yang terkait. Semoga, kedepannya kita dapat menjadi guru yang inovatif dan kratif. AMIN..
support by: http://powermathematics.blogspot.com/2008/11/peer-teaching-of-secondary-mathematics.html?showComment=1369115733038#c2288249793453237425
REFLEKSI "ElegiMenggapai "Axiology of Mathematics" "
Dari Elegi Menggapai "Axiology of Mathematics", saya mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan. Aksiologi berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Menurut Dr Robert S. Hartman, nilai adalah fenomena atau konsep, dan nilai di tentukan oleh sejauh mana kita memahami maknanya. Menurutnya, nilai matematika memiliki empat dimensi, yaitu nilai maknanya, nilai keunikannya, nilai tujuan, dan nilai fungsinya. Keempat dimensi itu selalu disebut sebagai konsep berupa nilai intrinsik, nilai ekstrinsik, dan nilai sistemik.
Moore membangun nilai matematika yang dapat digunakan untuk mengukur secara objektif kemampuan kita untuk membuat keputusan nilai yang baik. Struktur ini memungkinkan kita untuk memahami bagaimana seseorang berpikir dan merasakan, bukan apa yang mereka pikirkan, tapi bagaimana mereka berpikir.
Evaluasi matematika menjelaskan dan mengukur pemikiran yang membentuk landasan dan mengarah kepada perilaku. Namun, yang lebih penting adalah nilai dalam matematika merupakan sebuah tujuan yang terlepas dari satu pengamatan dan akurat tanpa memandang ras, agama, kondisi sosial ekonomi maupun kebangsaan.
support by: http://powermathematics.blogspot.com/2013/04/elegimenggapai-axiology-of-mathematics.html
REFLEKSI "Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 11: Apakah Matematika Kontradiktif ? (Bagian Kesatu) "
Setelah membaca Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 11: Apakah Matematika Kontradiktif ? (Bagian Kesatu), saya menjadi tahu bahwa sebenarnya matematikawan kita adalah para kaum logicist dan formalist. Para logicist dan formalist mendefinisikan matematika sebagai konsistensi serta tidak ditemukan adanya kontradiksi. Tetapi suatu saat para matematikawan logicist dan formalist harus ikhlas menerima kenyataan bahwa mereka akan menemukan kontradiksi di dalam ruang dan waktunya, karena struktur matematika akan selalu berkembang.
REFLEKSI "Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 12: Apakah Matematika Kontradiktif? (Bagian kedua) "
Seperti yang telah disampaikan pada Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 11: Apakah Matematika Kontradiktif ? (Bagian Kesatu), yang menyatakan bahwa para matematikawan logicist dan formalist tidak menemukan kontradiksi pada matematika. Mereka adalah para kaum foundamentalis. Namun, ternyata matematika ditemukan bahwa unsur pembentuk sistem matematika bersifat kontradiktif dan unsur-unsur kontradiktif tersebut telah berhasil membangun sistem matematika yang sebelumnya diklaim oleh para matematikawan logicist dan formalist sebagai konsistensi dan tidak kontradiktif.
Support by: http://powermathematics.blogspot.com/2010/09/elegi-pemberontakan-pendidikan_6514.html
Langganan:
Postingan (Atom)